MALAM yang hening. Hanya beberapa kendaraan
yang lalulalang sepanjang jalan protokol Darussalam menuju pusat kota.
Rabu(27/11). Jam menunjukkan pukul 22 WIB lewat. Tepat depan kuburan
wakaf Pemda Aceh 1959, seorang laki-laki muda memakai baju putih
terlihat
berdiri di depan sebuah gerobak dorong. Di seberang kuburan itu memang agak sunyi. Hanya beberapa pengendara mobil dan motor saja yang lalulalang. Toko-toko sekitarpun tak ada yang buka.
berdiri di depan sebuah gerobak dorong. Di seberang kuburan itu memang agak sunyi. Hanya beberapa pengendara mobil dan motor saja yang lalulalang. Toko-toko sekitarpun tak ada yang buka.
Hanya seorang anak manusia berkulit sawo matang berdiri samping
gerobak di pinggir jalan Cut Nyak Arif, Jeulingke, Banda Aceh. Ia
terlihat santai. Pandangannya terpusat pada pengguna jalan, seraya
berharap ada yang singgah digerobaknya.
Tak lama dua orang gadis singgah. Mereka memesan sesuatu. Saya mulai
mendekat. Laki-laki berbaju putih tadi, mulai mengambil dan membuat
sesuatu digerobak bertulis Roti Bakar Khas Bandung itu. Saya pun ikut
menunggu sejenak untuk memesan roti bakar Khas Ibu Kota Jawa Barat itu.
Setelah cewek tadi selesai, tiba giliran saya. “Yang spesial ya,” pesan saya dengan nada rendah.
Hanya menunggu hitungan menit saja, roti bakar yang ditambah coklat, keju, susu, plus kacang double pun siap dilahap. Saya memilih makan di sini, biar bisa ngomong lebih jauh mengenai prospek roti bakar buatannya.
”Lumayan enak,” ucap saya. Laki-laki itu tersenyum saja.
Umbri Aries namanya. Dia mahasiswa semester lima FKIP Ekonomi
Unsyiah. Menjaja roti bakar adalah rutinitasnya setiap sore. Mulai jam
17.00 WIB hingga jam 12 malam, selalu disibukkan dengan menu pesanan
pembelinya.
Usaha yang mulai dirintis 19 November 2010 silam itu, kini menjadi
modal dan harapan baru baginya. Kenapa tidak, semenjak jadi penjaja roti
bakar, ia telah mengumpulkan uang hingga Rp24 Juta. Tak hanya itu,
dengan menjajakan roti tersebut, Ia mampu menanggung beban biaya
pendidikan adik perempuannya yang kini kuliah di Akper Cut Nyak Dhien,
Banda Aceh. Bukan itu saja, kedua orang tuapun kini ia berikan modal
untuk bekerja di kampungnya.
“Saya buka Toko Pakaian untuk ayah dan ibu di Labuhan Haji Timur, Aceh Selatan,” kata laki-laki yang akrab disapa Umbri itu.
Lima bulan pertama, ia sempat membuka lima gerobak serupa yang
beroperasi sekitar Banda Aceh. Tapi, itu tidak berlangsung lama. Hanya
beberapa bulan saja, gerobak yang ia investasikan itu harus di jual.
Pasalnya, Umbrie sempat kepepet uang kuliah, untuk dirinya dan adik
pertamanya bernama Mia. Tak hanya itu, Ia pun harus menambah modal untuk
barang toko yang kini dikelola orangtuanya. “Makanya saya alihkan ke
orang lain,” ujarnya.
“Kenapa memilih menjual roti,” tanya saya.
Ia sempat tersenyum lirih. Matanya menerawang ke wajan pembakar roti.
Sedikit mengingat kembali masa lalu yang ia jalani penuh tantangan,
kesedihan yang berbalut dengan harapan itu.
“Karena Orang tua tidak mampu sepenuhnya membiayai saya untuk hidup dan melanjutkan pendidikan
di Banda Aceh. Ayah hanya pedagang kecil yang berpenghasilan Rp1
jutaan per bulannya,dan beliau harus menanggung enam perut dirumah. Lima
adik, ibu dan saya sendiri. Jika berharap 100 persen, tentunya ia
(ayah) tidak akan mampu,” ceritanya dengan wajah tertunduk lesu.
Selain alasan ekonomi keluarga, faktor peluang juga yang membuatnya
memilih pekerjaan tersebut. “Dalam membuat sebuah usaha yang terpenting
adalah peluang pasar, barang apa laku jika dipasarkan di daerah ini,
bagaimana dengan persaingan barang tersebut, berapa lama kita sanggup
bertahan, kita juga harus melihat keadaan ekonomi konsumen, lebih kurang
begitulah,” beber mahasiswa KIP Ekonomi, angkatan 2009 itu mengenai
ketertarikannya menjual Roti Khas Bandung tersebut.
Laki-laki lulusan MAS Labuhan Haji Timur itu memiliki semangat
pantang menyerah, tidak pernah malu melakukan sesuatu. Bukan seperti
kebanyakan pemuda, dan mahasiswa Aceh lainnya yang hanya meminta dan
menunggu kiriman orang tua mereka, malu dalam dunia kerja, tidak berani
tampil apa adanya.
“Padahal itulah diri kita, itulah hidup kita, hanya orang yang berani
berbuatlah yang akan berhasil, jangan pernah berharap kerja tetap, tapi
tetaplah bekerja,” inilah filosofi Umbri yang selalu menyemangatinya
untuk terus mengembangkan usaha.
Pemuda asal desa keumumu Hilir, Labuhan Haji Timur, Aceh Selatan itu,
membuang jauh-jauh rasa malunya. Ia tidak mau hidup seperti kebanyakan
pemuda dikampungnya yang melaut dan kesawah atau sekedar nongkrong di
pos jaga setiap harinya guna membunuh waktu.
Ia juga tidak mau menunggu kiriman hasil jerih payah orang tuanya.
Pun begitu, dengan kesibukannya bekerja saban malam hari, Indek Prestasi
Komulatif (IPK) nya tidak pernah anjlok. Saat ini, IPK nya 3,23 dan
Indek Prestasi (IP) untuk semester genap 2010-2011 silam mencapai angka
3,66. Berarti rata-rata nilainya mata kuliahnya A dan A plus.
“Lumayan untuk mahasiswa yang bekerja seperti saya,” kelakarnya.
Setiap malam, Ia baca buku dan kalau ada tugas Ia kerjakan sembari menjual roti. Jarang ada mahasiswa yang mau sepertinya.
Laba Mencapai Rp6 Juta
“Setiap malam tak kurang dari dari 50 potong roti bakarnya terjual.
Laba bersih permalam, rata-rata Rp200 ribu. Itu laba bersih saja
(provit),” ujarnya.
Laki-laki ini menambahkan, jika dihitung perbulan berarti tidak
kurang dari 6 juta Rupiah. Gaji Pegawai negeri sipil saja, hanya dibawah
Rp5 juta per bulan.
“Makanya, kuliah jangan berharap jadi PNS saja. Jika itu yang jadi
patokan, maka pikiran kita jadi buntu, karir dan usaha kita tidak akan
berkembang, berpikirlah realistis,” sarannya.
Sekarang saja berapa puluh ribu jiwa lulusan Perguruan Tingggi (PT) di Indonesia yang masih menggangur.
“Jadi pengusaha itu tidak sia-sia lho,” semangatinya.
Sampai saat ini, Umbri belum pernah terpikir untuk jadi PNS. Meski
pendidikan di yang dijalaninya di kampus jantong hatee Rakyat itu
mendidiknya menjadi guru.
“Kenapa harus pikir jadi PNS, kapan mau maju, pikiran kita hanya terkukung disitu”, ujarnya semangat.
Tak hanya waktu kuliah saja, ia mengaku saat libur semesterpun ia tetap berdagang.
“Hanya lebaran saja saya pulang,” akhirinya, sambil tersenyum.
1 Komentar untuk "Mau Berpenghasilan Rp6 Juta, Jajakan Roti Bandung Saja!"
kecil lah kalo laba kecilnya cuma 200rb/mlm. lbh sedap buka nasgor jakarta trserah mau frenchise atau buat ide produk ndiri. laba kotor permalam bisa mencapai Rp. 1.200.000. gilaaak bukan ??