Banda Aceh - Ribuan kasus pelanggaran Hak Asasi
Manusia (HAM) sejak konflik berkecamuk di Aceh sampai saat ini, belum
mendapat perhatian dari pemerintah secara serius. Walau sudah damai,
namun pemenuhan hak-hak korban sampai hari ini belum terselesaikan
satupun.
“Berbagai perjuangan sudah mereka lakukan. Mulai dari advokasi,
menyusun konsep, hingga aksi ke lapangan,” ungkap Azriana, Relawan
Perempuan Untuk Kemanusiaan (RPUK), dalam acara refleksi Hak Azasi
Manusia Internasional yang digelar di taman Putroe Phang, Neusu, Banda
Aceh, Sabtu malam (10/12).
Padahal, tambahnya, pemenuhan hak-hak korban adalah kewajiban negara,
tapi Azriana menyayangkan hal itu tidak dilakukan oleh pemerintah.
Banyak perempuan Aceh yang mengalami pelanggaran HAM saat konflik Aceh,
mulai dari pelecehan seksual, pemerkosaan dan bahkan kekerasan fisik
lainnya. Mereka sulit untuk mengakses bantuan dari pemerintah dalam hal
ini BRA, dikarenakan mekanisme aturan di lembaga tersebut yang
mengharuskan visum bagi korban kekerasan seksual, korban pemerkosaan
yang telah menahun kejadiannya. Padahal, hasil visum tidak akan dapat
membuktikan lagi adanya kekerasan seksual tersebut.
“Banyak kasus yang seperti ini,” lanjut Azriana.
Untuk penanganan kasus pemerkosaan yang menahun, Hasriana menawarkan
konsep baru dengan adanya keleluasaan menghadirkan saksi pendamping yang
bisa memberikan keterangan atau pentunjuk mengenai awal kejadian.
“Misalnya saksi yang melihat korban saat penangkapan turut
dihadirkan, walaupun tidak melihat langsung kronologis pemerkosaan itu
namun bisa membantu kesaksian korban ketika sidang perkara HAM digelar,”
ujar Azriana dalam diskusi turut dihadiri Pegiat HAM, aktivis,
mahasiswa, perwakilan korban, dan akademisi tersebut.
0 Komentar untuk "Korban Pelanggaran HAM Belum Ditanggapi Serius"